Cinta, Ketika Alam Semesta Bicara

Beberapa waktu yang lalu, sangat lama, -mungkin- aku pernah merasakan apa yang manusia rasakan. Seperti halnya cinta. Sebuah gejolak yang merasuk di dada, lebih tepatnya hati. Aku terpaut oleh satu sosok yang bagiku adalah istimewa, bagiku sempurna dalam hal buta.

Aku terkagum-kagum. Berdecak, hampir semuanya luruh olehnya. Rasaku, jiwaku, hatiku, dan segala apapun -baik lahir dan zahirnya- adalah untuknya. Semuanya terpendam oleh satu hal yang seharusnya -jika kuajarkan akal untuk segera mengajarkan hati- mungkin tak akan membuat sebuah penghinaan bagi hidup.

Beberapa waktu yang lalu, ya ketika masa-masa berhasrat menaik ke atas nafsu yang melampaui batas. Rona-rona yang mengelabui maupun menghipnotis segala akal sehat dan gerak. Ketika semua yang salah dibenarkan atas namanya. Dan kurasa, aku terjebak. Aku tak mengira jika alam semesta akan berbicara dan berteriak lantang.

kau seumpama keledai yang terguyur umpan
seumpama pasir-pasir yang tersapu ombak
seumpama daun-daun yang gugur ketika hijau

kau adalah api yang menjalar ketika air tak terbenam
adalah bintang tak berkelip ketika hujan turun
adalah racun berubah madu

kau terdedah pada alpa
pada siksa batin yang tergusur oleh jarak
waktu dan diri

Aku hanya diam ketika semua yang sudah kulakukan adalah salah. Air mata dan keringat yang turun ketika harus bergelut dengan malam, jatuh menghantui hari-hari yang lalu. Meski hanyalah silam, tetapi jika berkutat apalah daya ketika dada merengut untuk tak segera berpisah, tak segera meninggalkan sebuah penyesalan. Semoga tak berlanjut, tetapi aku adalah fana.
Cinta, Ketika Alam Semesta Bicara
Ilustrasi (Gambar) bersumber dari Google

Tetapi tahukah engkau wahai kawan,

Akulah sang durja yang menatap wajah pada pandangan yang hina. Akulah sang khianat yang bertutur mesra padahal hati menikam durja. Akulah sang senja yang mati sebelum pagi menyinarkan cahayanya pada dunia. Entahlah, saat itu aku buta. Saat itu aku terantuk oleh beberapa kekuatan nafsu yang berdiri atas nama cinta.

Pun sampai saat ini, jika harus berada dalam genggaman alam semesta yang gulita, wajah dan jasad menghantui meski aku sedang menikmati segelintir sisa dari kemahatololan yang tercipta oleh jiwa. Dan harus kuakui jika yang lalu tak akan pernah hilang, tak akan pernah sirna, pun tak akan pernah lenyap ketika wajah-wajah berkumpul di sebuah medan pengadilan. Bukumu! Buktimu! Menelanjangi diri pada mereka yang tak pernah tahu.

Dan itulah cinta. Cinta yang salah bagiku sebagai manusia yang tak sempurna. Cinta yang tak dapat dimengerti oleh akal dan hati. Aku hanya dapat mengatakan jika aku terjebak! Terjebak oleh halusinasi yang panjang sehingga alam pun berteriak, menenggelamkan mimpi-mimpi dajjal, mengosongkan cita-cita berkarat. Sebab cinta, cinta, dan cinta mengantarkan pada hampa, pada nafsu yang ditertawakan iblis. Aku menang!, begitu yang dikata.

Dan tahukah engkau wahai kawan,

Cinta berupaya mengambil makna meski sebenarnya makna mengedepankan cinta untuk mengenal dan mengerti alam semesta agar ia tak berteriak lantang. Tahukah, jika di balik pengekangan cinta adalah Tuhan yang mencipta kepada hamba yang dhoif untuk digunakan dan merasakan sebuah anugerah agar tak tersesat. Kuharap adalah sebuah cinta yang berujung pada sandaran rahman dan rahim-Nya hingga menikam. Jiwa.

Jakarta -dalam detak jam menuju waktu-, 2013

Belum ada Komentar untuk "Cinta, Ketika Alam Semesta Bicara"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel